Minggu, 19 April 2015

2011 SEKILAS TENTANG PENDIDIKAN DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA

Cita-cita para pendahulu kita untuk mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan harapan luhur yang menjadi tujuan didirikannya negara ini. Cita-cita tersebut tertuang dalam pembukaan UUD 45, dan setidaknya itulah yang menjadi ruh kita dalam memperjuangkan pendidikan di Indonesia. Melihat kondisi pendidikan Indonesia saat ini, kita dapat melihat bahwa pendidikan kita telah jauh dari harapan yang diamanatkan oleh para pendahulu. Begitu panjangnya catatan hitam sejarah pendidikan di Indonesia. Mulai dari persoalan masyarakat yang sulit mendapatkan akses pendidikan, persoalan sistem pendidikan yang tak memicu pertumbuhan mutu, persoalan kastanisasi pendidikan yang mengelompokkan siswa berdasarkan nilai kognitifnya saja, karakter pelajar yang semakin terpuruk, juga berbagai persoalan akibat peraturan pemerintah yang semakin mengkerdilkan nilai pendidikan.
Hal tersebut membuat kita berpikir kembali tentang hakikat pendidikan. Pendidikan pada dasarnya adalah proses memanusiakan manusia. Sedangkan definisi Pendidikan itu sendiri menurut UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang dibutuhkan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara,  yang nantinya diharapkan pendidikan Nasional dapat tercapai. Di sana sudah dipaparkan dengan jelas bagaimana pendidikan itu seharusnya.  Selain itu, dalam pasal 31 UUD 1945 pasca amandemen ke-4 pada tahun 2002dijelaskan bahwa :
(1)    Setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan
(2)    Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya
(3)    Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa
(4)    Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja Negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional
(5)    Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk membangun peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Pada kenyataannya terdapat produk-produk hukum lain yang mengabaikan landasan hukum di atas. Terdapat pergeseran antara landasan dan kebijakan pendidikan di negara kita.
 
Prof. HAR Tilaar menyampaikan bahwa tengah terjadi pergeseran antara landasan dan kebijakan pendidikan nasional sebagai berikut :
Pendidikan Tinggi (PT) pun tak lepas dari upaya peliberalisasian pendidikan. Pasca dibatalkannya UU BHP  yang menuai kontroversi pada 31 Maret lalu, kini muncul payung hukum baru yaitu PP No. 17 Tahun 2010 yang kini berganti nama menjadi PP No.66 Tahun 2010.
Sekilas isi dari PP No 66 Tahun 2010 :
1.       Seluruh Perguruan Tinggi Negeri (PTN) termasuk Politeknik wajib menerima mahasiswa dengan latar belakang ekonomi menengah ke bawah minimal 20 persen dari total penerimaan mahasiswa baru. (Pasal 53A)
2.       Dalam proses rekrutmen mahasiswa baru di masing-masing PTN harus menerima mahasiswa yang melalui jalur seleksi nasional (SNMPTN) minimal sebanyak 60 persen dari total penerimaan mahasiswa baru. (Pasal 53B)
3.       Mengenai pemilihan, pengangkatan dan pemberhentian rektor perguruan tinggi negeri dilakukan oleh Menteri. (Pasal 58 D-E)
4.       PT yang bestatus Badan Hukum Milik Negara (BHMN) akan tetap ada namun dalam pengelolaan keuangannya harus menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PK BLU). (Pasal 220 B, H-I)
Kalau kita melihat sekilas dari poin 1 sampai 3, mungkin tidak ada masalah yang signifikan. Namun pada poin 4 disebutkan bahwa BHMN dalam pengelolaan keuangannya harus menerapkan PK BLU. Inilah yang menjadi permasalahan kita bersama. PK BLU merupakan Pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Secara definisi menurut undang-undang No. 1 Tahun 2004, Pengelolaan Keuangan-Badan Layanan Umum atau yang biasa disebut PK-BLU merupakan Instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
BLU memiliki sejumlah kriteria, diantaranya dikelola secara otonom dengan prinsip efisiensi dan produktivitas ala korporasi. Untuk menjadi BLU diperlukan beberapa syarat, diantaranya adalah syarat administratrif, yang mengharuskan untuk membuat Rencana strategis Bisnis. Peluang ini disediakan untuk satuan kerja Pemerintah yang melaksanakan tugas operasional Pelayanan Publik. jika dilihat dari konsep dasarnya, sistem ini lebih cocok diterapkan di institusi pemeritah seperi Rumah sakit, atau Jasa angkutan Umum.
 
Dengan menggunakan sistem PK BLU dinilai akan lebih mempermudah mengelola keuangan yang masuk, tanpa harus melalui Kas Penerimaan Negara (KPN). PTN dapat mengelola uang pendapatannya untuk keperluan operasional langsung, tanpa harus mengajukan proposal pengajuan terlebih dahulu. Mahasiswa hanya diberikan beban untuk menanggung sepertiga dari dana operasional yang harus dikeluarkan oleh kampus, selebihnya kampus didorong untuk menghimpun dana dengan cara lain.
 
PK-BLU dipandang sebagai langkah awal perbaikan mutu, sarana dan prasarana. PTN “dipersilahkan” untuk mencari tambahan dana diluar dari anggaran yang disediakan pemerintah, agar pembangunan dan perbaikan bisa berjalan lebih cepat tanpa harus terjebak dengan birokrasi yang rumit. Disini sangat terlihat jelas upaya pemerintah utuk sedikit demi sedikit melepaskan tanggungjawab untuk mebiayai dan mengatur pendidikannya.
 
Disinilah letak kekhawatiran kita. Pada praktiknya PK-BLU menghalalkan penerimaan dana dari diluar APBN, artinya PTN bebas menerima Investor dari manapun dengan syarat apapun. Seperti logika Investasi modal, mengeluarkan dana yang sedikit, untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Sebagai contoh, UNJ menerima dana pinjaman dari IDB, untuk membangun sarana dan prasarananya, dengan konsekuensi harus merubah kurikulumnya. Pengembangan dan pembangunan kurikulum pun nampak jelas dalam perjanjian antara UNJ-IDB yakni hingga menghabiskan 2,7 juta dolar AS.
 
Jika sudah demikian, PTN akan disulap menjadi perusahaan yang disibukkan dengan agenda-agenda bisnis yang dirancang sedimikian rupa dan dikhawatirkan hal tersebut dapat membuyarkan fokus PTN yang seharusnya memberi pelayanan pendidikan yang bermutu.
 
Adanya polemik menganai PK-BLU ini menjadi menimbulkan pertanyaan, apakah masalah pendidikan kita hanya terbatas pada sistem pengelolaan keuangannya saja? Apakah otonomi itu harus diartikan otonomi dalam pengelolaan keuangan? Padahal seharusnya lebih dikedepankan otonomi dalam pemikiran, otonomi dalam penanaman kurikulum agar perbaikan kurikulum kita tidak mendapatkan intervensi dari pihak manapun. Murni untuk mencetak generasi penerus bangsa yang memiliki kapabilitas dalam menyelesaikan permasalahan bangsa.
 
Ini hanya sebagian kecil dari permasalahan pendidikan yang ada di Indonesia. Namun masalah-masalah ini setidaknya cukup menggambarkan tentang kondisi pendidikan kita yang semakin terpuruk. Lantas, sampai kapankah harapan dari para pendahulu kita akan terwujud?
 
Kementerian Kajian Strategis
Kabinet KM-ITB 2010/2011


Sumber :
Pasal 31 UUD 1945
PP No.66 Tahun 2010
- PP No. 23 tahun 2005
- UU No.1 Tahun 2004
- Website Dorektorat Pembinaan dan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
- bemunj.or.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar